machan – Kasus dugaan penyerobotan lahan milik Matroyo (45), warga Dusun Dikkodik RT 05/RW 02, Desa Gapura Timur, Sumenep, kini ramai diperbincangkan. Lahan seluas puluhan meter tersebut diduga dikuasai paksa oleh seorang tokoh agama berinisial (S). Kejadian ini telah berlangsung sejak dua pekan lalu, tepatnya Jumat (4/7/25).
Menurut Matroyo, insiden bermula usai ia menunaikan salat Jumat di masjid setempat. Saat itu, pelaku mengajaknya meninjau lahan yang baru dibeli oleh (S), yang berbatasan langsung dengan lahannya sendiri.
“Awalnya saya cuma diajak lihat lahan miliknya yang baru dibeli. Tapi ternyata, di lokasi, dia malah membujuk saya untuk menjual tanah saya dengan harga sangat murah, cuma Rp1,5 juta,” kisah Matroyo.
Padahal, lahan tersebut merupakan lahan produktif dengan puluhan pohon bernilai ekonomi tinggi, seperti kelapa, jati, dan siwalan, yang menjadi sumber penghidupan Matroyo dan keluarganya.
Matroyo mengaku tidak rela melepas tanahnya dengan harga tak wajar. Namun, ia mengaku dipaksa oleh pelaku. Bahkan, transaksi dilakukan tanpa sepengetahuan istri dan anaknya.
“Saya sebenarnya tidak mau, mas. Tapi dipaksa. Keluarga pun marah besar saat tahu kabar ini,” ujarnya.
Matroyo dan keluarga sempat berusaha mengembalikan uang Rp1,5 juta tersebut, tetapi pelaku kerap menghindar. Ketika akhirnya bertemu, alih-alih menerima pengembalian uang, (S) justru menuntut tambahan Rp8,5 juta dengan alasan bahwa lahan tersebut dan lahan di sebelahnya telah dijual ke pihak ketiga seharga Rp150 juta.
“Saya merasa sangat dirugikan. Tanah saya diambil paksa, lalu malah diminta uang tambahan. Ini tidak adil,” tegas Matroyo.
Keluarga Matroyo kini berencana melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Mereka meminta keadilan agar haknya sebagai pemilik lahan diakui.
“Kami tidak akan diam. Ini sudah merugikan kami secara materi dan batin,” tandasnya.