machan – Aksi sebagian warga yang dengan santai membuang sampah di jalanan utama kini memicu respons keras. Generasi Emas Nusantara Jawa Timur (GEN Jatim) menyoroti fenomena ini sebagai tanda darurat lingkungan dan memperingatkan jika sikap apatis ini terus dibiarkan, Sumenep bisa kehilangan statusnya sebagai kota wisata dan berubah jadi “destinasi sampah”.
Koordinator Lapangan Gen Eco Action, Moh. Iskil el Fatih, mengaku prihatin dengan minimnya kesadaran masyarakat. Ia menilai, tindakan buang sampah sembarangan bukan sekadar soal kebiasaan buruk, tapi cerminan krisis moral lingkungan.
“Kesannya, menjaga kebersihan bukan lagi tanggung jawab bersama. Kesadaran itu seolah menghilang,” ujar Iskil.
Yang lebih menyedihkan, lanjutnya, justru pelaku pencemaran kerap merasa menjadi korban ketika lingkungan rusak. Padahal, mereka sendiri yang jadi penyebabnya.
“Ketika kondisi lingkungan memburuk, banyak yang saling tuding untuk menyalahkan. Padahal tempat sampah sudah disediakan, tinggal dipakai,” tegasnya.
Bagi GEN Jatim, persoalan ini harus menjadi perhatian semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat pola pikir yang perlu direvolusi. Jika tidak ada pergeseran cara pandang, maka dalam dua hingga lima tahun mendatang, jangan heran jika Sumenep lebih dikenal karena gunungan sampahnya daripada keindahan wisatanya.
Merespons situasi ini, Gen Eco Action pastikan akan terus bergerak. Mereka tak hanya bersih-bersih, tapi juga membangun gerakan kesadaran melalui kampanye peduli lingkungan dan edukasi langsung ke warga. Bagi mereka, perubahan tak akan datang jika masyarakat hanya diam dan jadi penonton.
“Kami ingin pemerintah dan masyarakat ambil bagian dari solusi. Sampah itu bisa diolah, bisa jadi paving block, bisa jadi produk berguna. Tapi semua itu butuh kemauan dan kesadaran,” jelas Iskil.
Ia menekankan, gerakan ini bukan sekadar aksi bersih-bersih musiman. Ini adalah upaya membangun kesadaran jangka panjang, karena perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil.
Iskil juga memberikan peringatan serius bahwa waktu untuk berubah tidak banyak. Jika pasif, maka peringatan ini bukan lagi sekadar ancaman, tapi kenyataan yang akan segera terjadi.
“Dua tahun ke depan akan jadi pembuktian. Kalau tidak ada langkah konkret, Sumenep akan dikenal bukan karena wisatanya, tapi karena sampahnya,” ujarnya tajam.
Menurutnya, ini bukan soal cari sensasi atau panggung, melainkan soal mempertahankan martabat kota.
“Kalau sampah sudah jadi pemandangan sehari-hari, maka yang tercemar bukan cuma lingkungan, tapi juga harga diri kita sebagai warga Sumenep,” pungkasnya