Oleh: Tim KKN Posko 1 Desa Lobuk
machan – Pengelolaan sampah hingga hari ini masih menjadi persoalan serius di berbagai daerah, Indonesia sendiri menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah, dengan total volume timbulan sampah nasional pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai 56,6 juta ton.
Data terbaru dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, dari 34,2 juta ton sampah yang tercatat dari 317 kabupaten/kota, hanya 59,74% (20,4 juta ton) yang terkelola, sementara 40,26% (13,8 juta ton) tidak terkelola dan mencemari lingkungan. Kondisi ini diperparah oleh fakta bahwa Indonesia merupakan produsen sampah terbesar kelima di dunia dengan menghasilkan 65,2 juta ton sampah pada tahun 2020 menurut laporan Bank Dunia.
Proyeksi kedepannya mengindikasikan bahwa tanpa intervensi signifikan, volume sampah nasional dapat melonjak hingga 82,2 juta ton pada tahun 2045. Sampah rumah tangga konsisten menjadi penyumbang terbesar, mencapai 53,74% dari total timbulan sampah nasional pada tahun 2024 , dan sekitar 48% rumah tangga di Indonesia masih membakar sampahnya secara terbuka meskipun praktik ini dilarang karena melepaskan dioksin dan black carbon yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
Tantangan ini tidak hanya tentang penumpukan sampah, tetapi juga metode pengolahannya yang seringkali menimbulkan dampak lanjutan, seperti polusi asap akibat pembakaran terbuka. Di Desa Lobuk, Kec.Bluto, Kab.Sumenep, Prov. Jawa Timur misalnya, kondisi geografis daerah pantai yang berbentuk cekung menyebabkan sampah mulai dari plastik hingga material organik terkumpul dan mengotori kawasan Pantai Matahari.
Selama ini, satu-satunya cara yang digunakan untuk mengatasi tumpukan sampah tersebut adalah dengan membakarnya secara langsung. Namun, cara tersebut justru menimbulkan masalah baru: asap yang dihasilkan sangat pekat dan mencemari lingkungan.
Merespon keluhan tersebut, kelompok Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas PGRI (UPI) Sumenep Posko 1 Desa Lobuk tergerak untuk menawarkan solusi teknologi sederhana yang ramah lingkungan: sebuah tungku pembakaran sampah (incinerator) yang dirancang untuk meminimalkan produksi asap.
Tungku ini didesain dengan memerhatikan prinsip dasar pembakaran sempurna. Kunci utamanya terletak pada sistem sirkulasi udara yang diatur melalui penempatan lubang-lubang secara sistematis pada body tungku. Desain ini memungkinkan oksigen yang merupakan elemen penting dalam proses pembakaran mengalir secara optimal sehingga material sampah terbakar lebih sempurna.
Hasilnya, asap yang dihasilkan jauh lebih sedikit bahkan hampir tidak terlihat, berbeda signifikan dengan pembakaran terbuka yang masih banyak dilakukan.
Uji coba alat ini dilakukan di Pantai Matahari dan disaksikan langsung oleh perangkat desa, petugas kebersihan, serta masyarakat setempat. Respon yang didapat sangat positif.
Mereka mengapresiasi keefektifan tungku dalam mengurangi asap sekaligus mempercepat proses pengolahan sampah. Bahkan, beberapa perangkat desa menyatakan harapannya agar inovasi seperti ini dapat diterapkan secara lebih luas dan berkelanjutan.
Inovasi teknologi tepat guna semacam ini membuktikan bahwa solusi atas persoalan lingkungan tidak selalu harus rumit dan mahal. Dengan pemahaman sains yang aplikatif dan kemauan untuk terlibat langsung, siapa pun dapat berkontribusi menciptakan perubahan sekalipun dimulai dari hal sederhana seperti sebuah tungku.
Bagi daerah pesisir seperti Lobuk, di mana sampah mudah terakumulasi dan sistem pengelolaan masih terbatas, kehadiran incinerator minim asap dapat menjadi jawaban praktis dan berkelanjutan. Melalui pendekatan partisipatif yang melibatkan pemerintah desa dan masyarakat, diharapkan inisiatif semacam ini tidak berhenti sebagai proyek percobaan, tetapi dapat diadopsi dan dikembangkan menjadi program jangka panjang.
Kolaborasi antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah lokal memang seringkali melahirkan terobosan yang bermanfaat. Seperti dalam kasus ini, mahasiswa KKN tidak hanya menjalankan tugas pengabdian, tetapi juga meninggalkan nilai manfaat yang nyata sebuah legacy kecil yang turut menjaga kelestarian alam dan kualitas hidup masyarakat pesisir.