machan – Petani tembakau Madura menghadapi ujian berat di awal musim tanam tahun ini. Curah hujan yang masih tinggi di bulan Mei padahal seharusnya sudah memasuki musim kemarau mengancam kelangsungan pertanian tembakau, komoditas andalan yang menjadi tulang punggung ekonomi ribuan keluarga di pulau garam ini. Situasi ini diperparah dengan imbauan pengusaha rokok setempat untuk mengurangi produksi akibat stok menumpuk dan prediksi BMKG tentang kemarau basah yang lebih pendek dari biasanya.
Hujan Berkepanjangan Ganggu Persiapan Lahan
Mengingat tahun-tanun sebelumnya, April-Mei adalah periode kritis untuk persiapan lahan tembakau di Madura. Namun, tahun ini, hujan masih sering turun, membuat tanah terlalu basah untuk dibajak.
“Biasanya sekarang sudah kering, tapi tahun ini hujan masih datang. Kalau dipaksakan tanam, bibit bisa busuk,” keluh salah seorang petani di Pamekasan .
Kondisi ini juga meningkatkan risiko serangan penyakit seperti Phytophthora (busuk daun) yang bisa merusak kualitas tembakau. Padahal, tembakau Madura khususnya varietas rajangan dihargai tinggi karena kadar nikotin dan aromanya yang khas.
Imbauan H. Her: Kurangi Tanam Tembakau 50%
Tekanan tambahan datang dari pengusaha rokok lokal. H. Khairul Umam alias H. Her, CEO PT Bawang Mas Grup, secara terbuka meminta petani Madura mengurangi penanaman tembakau hingga 50% tahun ini. Alasannya, stok di gudang pabrik masih penuh akibat surplus produksi tahun lalu.
“Kalau biasanya nanam 1.000 pohon, tahun ini cukup 500 saja. Ini untuk menjaga harga tetap stabil,” ujarnya dalam video viral di TikTok . Imbauan ini menuai pro-kontra. Sebagian petani khawatir pendapatan mereka akan merosot, sementara lainnya berharap kebijakan ini bisa mencegah kejatuhan harga.
BMKG Prediksi Kemarau Pendek dan Basah
Ancaman lain datang dari fenomena iklim. BMKG memprediksi musim kemarau 2025 akan lebih pendek dan basah dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sekitar 26% wilayah Indonesia, termasuk Jawa Timur, diproyeksikan mengalami kemarau dengan curah hujan di atas normal .
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, “Suhu muka laut yang lebih hangat memicu potensi hujan sporadis selama musim kemarau. Petani perlu menyesuaikan jadwal tanam dan memilih varietas tahan kelembapan.”
Bagi petani tembakau, ini berarti tantangan ganda risiko gagal panen akibat hujan dan kesulitan mengeringkan hasil panen jika kemarau tak cukup panas.
Harapan di Tengah Ketidakpastian
Beberapa solusi jangka pendek mulai diupayakan:
1. Penundaan tanam hingga kondisi lahan membaik.
2. Penggunaan mulsa plastik untuk mengurangi kelembapan tanah .
3. Optimalisasi irigasi meski infrastrukturnya masih terbatas.
Namun, tanpa dukungan kebijakan yang konkret seperti stabilisasi harga atau asuransi pertanian nasib petani tembakau Madura tetap seperti “telur di ujung tanduk” berisiko tinggi, tetapi sulit ditinggalkan .
Tahun 2025 mungkin akan menjadi tahun paling berat bagi petani tembakau Madura dalam dekade terakhir. Di tengah ketidakpastian cuaca dan fluktuasi pasar, mereka dituntut untuk lebih lincah beradaptasi.